Kamis, 09 Oktober 2008

Photo Blur dan Kemapanan Paolo Pellegrin

Nama Paolo Pellegrin tentunya sudah tidak asing lagi dikalangan para fotojurnalis. Fotografer yang merupakan anggota Magnum Agency ini banyak mendapatkan penghargaan diberbagai ajang kompetisi foto didunia. Baru-baru ini saya melengkapi koleksi buku saya dengan dua buku terbaru karya Paolo yaitu Double Blind dan As I was Dying. Sebagai anggota FPPP (Front Penggemar Paolo Pellegrin) dengan berbangga hati saya membawa buku baru tersebut dalam acara ngopi-ngopi sore bersama teman saya yang kebetulan juga tukang foto amatiran seperti saya. Saat saya sodorkan buku terbaru Paolo "As I Was Dying", langsung saja dia menyambar dan melupakan ice green tea latte yang baru sebentar disedot. Dibukanya lembar demi lembar buku itu, kepalanya geleng-geleng, kadang mengangguk-angguk sambil berkata,"top, top, fotonya top!".  Saya cuma senyum-senyum melihat teman saya itu. Setelah puas membolak-balik lembar demi lembar, dia tersenyum dankembali berkata pada saya,"Top, fotonya top! Bluuurrr dan gelap! ha ha ha...untung yang motret Paolo, kalo gue mana laku! Foto blur dan gelap kalau gue yang motret, orang bakal bilang nggak bisa motret! atau - ini foto opo kok gelap kabeeehh maaasss....wonge gak kethok (orangnya tidak terlihat) ha ha ha..." Lucu juga mendengar apa yang baru saja dikatakan teman saya itu. Dan kalimat itu nyangkut di pikiran saya hingga beberapa hari. Hmmm...apa yang membuat orang mengagumi foto "blur gelap" karya Paolo? Mengapa foto "blur gelap" karya  orang lain bisa dianggap salah motret, salah exposure, nggak bisa motret, dll?

Terdorong oleh keinginan saya untuk memahami hal ini, saya mulai membuka-buka beberapa buku Paolo sebelumnya mulai dari Cambodia, kemudian features mengenai India, Olympus Fashion Week, Fashion Faces, Gaza Disengagement, China shadow of prayer, dll. Saya juga mulai mencoba memahami beberapa karya fotografer ternama yang karyanya saya anggap blur atau gelap. Tak hanya foto, lukisan juga merupakan objek yang saya pelajari untuk memahami makna blur dalam sebuah karya seni.

Setelah mencari dan mencari, akhirnya saya menemukan jawaban yang saya anggap tepat menggambarkan fenomena foto blur karya Paolo yaitu "KEMAPANAN". Bila saya perhatikan, dahulu Paolo tidak banyak menghasilkan foto blur dan gelap. Dalam karyanya berjudul Cambodia dan China Shadow of Prayer saya tidak melihat foto blur dan gelap. Perubahan perlahan terjadi setelah karya Olympus Fashion Week (dimana ia mendapatkan penghargaan World Press Photo) berlanjut karya mengenai kematian Paus Paulus (juga meriah penghargaan World Press Photo) dimana blur dan gelap mendominasi foto karyanya hingga saat ini. Paolo telah memiliki kemapanan sebagai seorang fotojurnalis. Kemapanan yang diraih melalui kesetiaan terhadap dunianya, komitmen, kejujuran dalam memaparkan fakta dan akhirnya dikukuhkan dengan bermacam penghargaan yang ia terima. Hal ini membuat saya terdiam dan bertanya, sudahkah saya membuktikan kesetiaan, komitmen, kejujuran dalam membuat foto? Ataukah saya hanya sekedar membuat gambar "blur gelap" dan bermimpi menjadi seorang Paolo he he he....